Kamis, 22 April 2010

Campus Development Tracks Ganesha

Menejelajahi kampus ITB kita akan menemukan berbagai model bangunan yang tidak seragam. bahkan, bila berjalan dari gerbang utama yang terletak di selatan, menuju gerbang utara, anda akan menemukan bahwa style bangunan yang anda lewati akan semakin inovatif. ketidakseragaman ini rupanya memang dipikirkan oleh McLaine Pont pada tahun 1983 sebagai tampilan ITB di masa depan. Saat itu, ia menetapkan desain Arsitektur yang semakin modern dari depan Gerbang Ganeca hingga Gerbang Utara. Daerah pembangunannya meliputi
Heritage Zone, Traditional Zone, Modern Zone.

Ide Besar terhadap wajah ITB ini direalisasikan oleh rektorat secara acak. tidak perlu ada keseuaian antara langgam gedung dan masa pembangunannya. ITB dapat saja membangun gedung dengan gaya lama pada masa sekarang maupun sebaliknya. "anda tidak dapat menyamakan architecture life style dengan pendanaan"

ITB pada tahun 80an tidak belum memiliki master palan dan rencana keuangan yang matang. gedung baru pun ada, karena tuntutan kebutuhan ruangan tambahan untuk penyelenggaraan perkuliahan. Bahkan sebelum tahun 92, gedung ANNEX ITB belum ada sehingga kegiatan administratif ITB dan gedung rektorat letaknya tersebar.

Untuk proyek kemudian terciptalah forum antar dosen untuk melancarkan pembangunan ITB, hingga akhirnya ITB mendapat dana dari APBN yang seharusnya merupakan dana pembangunan sebuah universitas negeri di ujung barat sumatera. berkat kinerja tim ini ITB mendapatkan softloan untuk proyek Overseas Economic Cooperation Fund.

Mendukung proyek tersebut, saat itu pemerintah kota Bandung menjanjikan tambahan lahan seluas 50 H. penawaran yang sama juga ditawarkan kepada Universitas Winayamukti. Daerah tambahan yang dijanjikan terletak di Jatinangor. ITB pada saat itu tengah membutuhkan lahan untuk perluasan gedung khusus mahasiswa pasca sarjana. tetapi penawaran lahan tersebut ditolak karena ITB berharap mendapat lahan tanpa harus pindah dari lokasi asalnya.

walaupun permintaannya belum disetujui oleh pemkot bandung, saat itu ITB telah mendesain masterplan yang berisi gedung pasca sarjana ITB dengan jembatan penghubung yang menghubungkan GKU barat dengan gedung baru tersebut.

Namun masyarakat Bandung yang mendengar bahwa lahan yang akan digunakan itu adalah lahan kebun bintang, yang terletak di Jalan Taman Sari, sementara kebun bintangnya dipindahkan ke Jatinangor, menolak rencana tersebut. ITB tidak mendapatkan lahan disekitar lokasi nya yang sekarang, sementara universitas winayamukti yang juga mendapatkan tawaran lahan yang sama di daerah Jatinangor itu, menerima tawaran tersebut. alhasil ITB tidak mendapatkan lahan tambahan.

Baru-baru ini berjangka satu dekade dari proyek OECF ITB melalui Bapak Indra Djati Sidi kembali mendapatkan softloan dari Japan International Cooperation Agency (JICA) untuk membangun beberapa pusat riset didalam kampus ganesha.

karena luas ITB yang terbatas, akhirnya pembangunan pusat riset ini akan memakan bangunan-bangunan lama dan areal parkir. pusat riset ini nantinya akan menjadi tempat berkumpulnya para ahli dari tiap subjurusan di ITB.

ITB sebagai institusi pendidikan mendapatkan kepercayaan besar dari masyarakat Indonesia. sudah menjadi kewajibannya untuk membangun dan memajukan masyarakat dan bangsa Indonesia. apabila proses membangun dirinya sendiri, ITB tidak cakap, apakah pantas membangun Indonesia?

untuk TUHAN, BANGSA, dan ALMAMATER

dikutip dari : tulisan Tika Ayun Nastiti, pada Tabloid Boulevard ITB #66 | April

Tidak ada komentar:

Posting Komentar